Allah SWT berfirman dalam sebuah hadits qudsi (yang artinya): “Akulah yang Mahakaya dari seluruh sekutu. Siapa saja yang beramal dengan menyekutukan Aku di dalamnya, maka Aku akan menyerahkan dirinya kepada sekutunya itu.” (HR Muslim).
Hadits ini terkait dengan tuntutan atas seorang Muslim untuk selalu bersikap ikhlas dalam beramal. Tuntutan ini bersikap tegas sehingga ikhlas hukumnya wajib. Karena itu, ada konsekuensi seseorang yang amalnya tidak ikhlas akan ditolak, bahkan ia dimasukkan ke dalam neraka. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya orang yang pertama kali akan diadili pada Hari Kiamat adalah para syuhada. Dia akan dihadapkan kepada Allah. Lalu Allah memperlihatkan kenikmatan-Nya kepadanya dan dia pun mengakuinya. Allah kemudian bertanya, 'Karena apa kamu berbuat demikian (berperang di jalan Allah)?' Dia menjawab, 'Saya berperang semata-mata karena-Mu hingga saya gugur sebagai syahid.' Allah berfirman, 'Bohong kamu! Kamu berperang karena ingin disebut pahlawan!' Kemudian diperintahkan agar orang itu diseret wajahnya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.' Selanjutnya, seorang pembelajar, pengajar sekaligus pembaca Alquran dihadapkan kepada-Nya. Allah lalu memperlihatkan nikmat-Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allah lalu bertanya, 'Karena apa kamu berbuat demikian (belajar, mengajar dan membaca Alquran)?' Ia menjawab, 'Saya mempelajari ilmu dan membaca Alquran semata-mata karena-Mu.' Allah berfirman, 'Dusta kamu! Kamu mempelajari ilmu supaya disebut ulama dan kamu membaca Alquran supaya disebut qari!' Kemudian diperintahkan agar orang itu pun diseret wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka. Selanjutnya adalah seseorang yang dikaruniai harta yang banyak oleh Allah. Dia dihadapkan kepada-Nya. Allah lalu memperlihatkan kenikmatan-Nya kepadanya dan dia pun mengakuinya. Kemudian Allah bertanya, 'Apa yang telah kamu lakukan dengan harta kekayaanmu?' Dia menjawab, 'Saya tidak membiarkan satu jalan pun yang pantas diberi infak, kecuali saya menginfakkan harta saya semata-mata karena-Mu.' Allah berfirman, 'Kamu dusta! Kamu berbuat demikian agar kamu disebut dermawan dan kamu sudah mendapatkannya!' Kemudian diperintah-kan agar orang itu pun diseret wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka.'” (HR Muslim).
*****
Ikhlas sering didefinisikan oleh para ulama sebagai beramal semata-mata karena Allah SWT, bukan karena selain-Nya. Ikhlas adalah kata yang sering mudah diucapkan, tetapi tidak selalu gampang dipraktikkan. Meski seseorang sering ikhlas dalam beramal, tetapi tidak selalu keikhlasan itu mudah dijaga dalam seluruh amalnya. Tidak jarang, karena kelalaian, atau karena godaan setan, sesekali sikap ikhlas itu lenyap dari kalbunya. Misal, ada seorang da'i, karena sudah berhasil meraih kedudukan di masyarakat, ia mulai mengkomersialkan dakwahnya; ia lebih mengutamakan undangan ceramah dari pejabat dan orang kaya ketimbang undangan dari masyarakat biasa; ia berdakwah dengan materi-materi yang menghibur ketim-bang menyampaikan kebenaran apa adanya karena khawatir dijauhi 'peng-gemar' dakwahnya; dll. Bahkan ada juga ulama yang lebih bersemangat diundang ke istana penguasa atau pejabat dan cenderung sering mengabaikan undangan dakwah dari sesama aktifis dakwah. Padahal ulama salaf dulu sangat menjauhi istana para penguasa/pejabat. Semua ini tentu saja cerminan dari telah bergesernya sikap ikhlas.
Ikhlas tentu tidak sekadar sikap tidak riya' (ingin dilihat orang) atau sum'ah (ingin didengar orang) dalam beramal, yang lebih mencerminkan sikap ingin dipuji manusia. Ikhlas bukan sekadar berorientasi “ke dalam”. Ikhlas pun akan selalu tercermin “ke luar”. Salah satunya cerminannya, seorang yang ikhlas dalam beramal akan selalu menjaga kualitas amalnya. Seorang yang ikhlas dalam shalat, misalnya, akan selalu berusaha mempersembahkan shalat terbaik kepada Allah SWT; ia selalu berusaha menjaga waktu-waktu shalatnya; memelihara rukun-rukun maupun sunnah-sunnahnya; juga selalu berupaya untuk khusyuk dalam setiap shalatnya. Tidak ikhlas atau kurang ikhlas namanya jika seorang Muslim mempersembahkan ibadahnya kepada Allah SWT secara asal-asalan, asal gugur kewajiban.
Contoh lain: Seorang yang ikhlas dalam berdakwah akan selalu berupaya mempersembahkan dakwah terbaik untuk Allah SWT; ia akan mengorbankan sebagian besar waktu, harta bahkan jiwa-nya untuk dakwah; selalu bersemangat berdakwah meski sering dihadapkan pada tantangan, hambatan dan gang-guan; tidak sekadar memanfaatkan “waktu sisa” dari bekerja dan berbisnis untuk berdakwah; tidak futûr di jalan dakwah. Tidak ikhlas atau kurang ikhlas namanya jika seorang aktifis dakwah mempersembahkan dakwahnya kepada Allah SWT dengan kualitas minimalis dan apa adanya.
Selasa, 23 November 2010
Menjaga Keikhlasan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar