Allah SWT berfirman dalam sebuah hadits qudsi (yang artinya): “Akulah yang Mahakaya dari seluruh sekutu. Siapa saja yang beramal dengan menyekutukan Aku di dalamnya, maka Aku akan menyerahkan dirinya kepada sekutunya itu.” (HR Muslim).
Hadits ini terkait dengan tuntutan atas seorang Muslim untuk selalu bersikap ikhlas dalam beramal. Tuntutan ini bersikap tegas sehingga ikhlas hukumnya wajib. Karena itu, ada konsekuensi seseorang yang amalnya tidak ikhlas akan ditolak, bahkan ia dimasukkan ke dalam neraka. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya orang yang pertama kali akan diadili pada Hari Kiamat adalah para syuhada. Dia akan dihadapkan kepada Allah. Lalu Allah memperlihatkan kenikmatan-Nya kepadanya dan dia pun mengakuinya. Allah kemudian bertanya, 'Karena apa kamu berbuat demikian (berperang di jalan Allah)?' Dia menjawab, 'Saya berperang semata-mata karena-Mu hingga saya gugur sebagai syahid.' Allah berfirman, 'Bohong kamu! Kamu berperang karena ingin disebut pahlawan!' Kemudian diperintahkan agar orang itu diseret wajahnya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.' Selanjutnya, seorang pembelajar, pengajar sekaligus pembaca Alquran dihadapkan kepada-Nya. Allah lalu memperlihatkan nikmat-Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allah lalu bertanya, 'Karena apa kamu berbuat demikian (belajar, mengajar dan membaca Alquran)?' Ia menjawab, 'Saya mempelajari ilmu dan membaca Alquran semata-mata karena-Mu.' Allah berfirman, 'Dusta kamu! Kamu mempelajari ilmu supaya disebut ulama dan kamu membaca Alquran supaya disebut qari!' Kemudian diperintahkan agar orang itu pun diseret wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka. Selanjutnya adalah seseorang yang dikaruniai harta yang banyak oleh Allah. Dia dihadapkan kepada-Nya. Allah lalu memperlihatkan kenikmatan-Nya kepadanya dan dia pun mengakuinya. Kemudian Allah bertanya, 'Apa yang telah kamu lakukan dengan harta kekayaanmu?' Dia menjawab, 'Saya tidak membiarkan satu jalan pun yang pantas diberi infak, kecuali saya menginfakkan harta saya semata-mata karena-Mu.' Allah berfirman, 'Kamu dusta! Kamu berbuat demikian agar kamu disebut dermawan dan kamu sudah mendapatkannya!' Kemudian diperintah-kan agar orang itu pun diseret wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka.'” (HR Muslim).
*****
Ikhlas sering didefinisikan oleh para ulama sebagai beramal semata-mata karena Allah SWT, bukan karena selain-Nya. Ikhlas adalah kata yang sering mudah diucapkan, tetapi tidak selalu gampang dipraktikkan. Meski seseorang sering ikhlas dalam beramal, tetapi tidak selalu keikhlasan itu mudah dijaga dalam seluruh amalnya. Tidak jarang, karena kelalaian, atau karena godaan setan, sesekali sikap ikhlas itu lenyap dari kalbunya. Misal, ada seorang da'i, karena sudah berhasil meraih kedudukan di masyarakat, ia mulai mengkomersialkan dakwahnya; ia lebih mengutamakan undangan ceramah dari pejabat dan orang kaya ketimbang undangan dari masyarakat biasa; ia berdakwah dengan materi-materi yang menghibur ketim-bang menyampaikan kebenaran apa adanya karena khawatir dijauhi 'peng-gemar' dakwahnya; dll. Bahkan ada juga ulama yang lebih bersemangat diundang ke istana penguasa atau pejabat dan cenderung sering mengabaikan undangan dakwah dari sesama aktifis dakwah. Padahal ulama salaf dulu sangat menjauhi istana para penguasa/pejabat. Semua ini tentu saja cerminan dari telah bergesernya sikap ikhlas.
Ikhlas tentu tidak sekadar sikap tidak riya' (ingin dilihat orang) atau sum'ah (ingin didengar orang) dalam beramal, yang lebih mencerminkan sikap ingin dipuji manusia. Ikhlas bukan sekadar berorientasi “ke dalam”. Ikhlas pun akan selalu tercermin “ke luar”. Salah satunya cerminannya, seorang yang ikhlas dalam beramal akan selalu menjaga kualitas amalnya. Seorang yang ikhlas dalam shalat, misalnya, akan selalu berusaha mempersembahkan shalat terbaik kepada Allah SWT; ia selalu berusaha menjaga waktu-waktu shalatnya; memelihara rukun-rukun maupun sunnah-sunnahnya; juga selalu berupaya untuk khusyuk dalam setiap shalatnya. Tidak ikhlas atau kurang ikhlas namanya jika seorang Muslim mempersembahkan ibadahnya kepada Allah SWT secara asal-asalan, asal gugur kewajiban.
Contoh lain: Seorang yang ikhlas dalam berdakwah akan selalu berupaya mempersembahkan dakwah terbaik untuk Allah SWT; ia akan mengorbankan sebagian besar waktu, harta bahkan jiwa-nya untuk dakwah; selalu bersemangat berdakwah meski sering dihadapkan pada tantangan, hambatan dan gang-guan; tidak sekadar memanfaatkan “waktu sisa” dari bekerja dan berbisnis untuk berdakwah; tidak futûr di jalan dakwah. Tidak ikhlas atau kurang ikhlas namanya jika seorang aktifis dakwah mempersembahkan dakwahnya kepada Allah SWT dengan kualitas minimalis dan apa adanya.
Selasa, 23 November 2010
Menjaga Keikhlasan
Tawakkal Menyongsong Rezeki
Umar bin Khaththab ra berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Sekiranya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah SWT dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rezeki, sebagaimana seekor burung diberikan rezeki; yang pergi pada pagi hari dalam keadaan perut lapar, dan pulang pada sore hari dalam keadaan perut kenyang (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim).
Tawakkal yang Benar
Di dalam hadits ini diberitakan mengenai jaminan Allah SWT bagi orang yang bertawakkal kepada-Nya. Hanya saja, tawakkal yang dilakukan itu harus haqqa tawakkulihi (tawakkal yang sebenar-benarnya).
Menurut Imam al-Qurthubi dalam al-Jâmi' li Ahkâm al-Qur'ân, kata al-tawakkul secara bahasa berarti izhhâr al-'ajz wa al-i'timâd 'alâ al-ghayr (menampakkan kelemahan dan bersandar kepada yang lain). Itu berarti, bertawakkal kepada Allah SWT artinya bersandar kepada-Nya seraya menampakkan kelemahan.
Ibnu Rajab al-Hambali dalam Jâmi' al-'Ulûm wa al-Hikam menyatakan, “Hakikat tawakkal adalah membenarkan penyandaran hati kepada Allah dalam usaha untuk memperoleh manfaat atau menolak bahaya, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat; menyerahkan semua urusan kepada Allah; dan mengokohkan keimanan bahwa tidak ada yang memberi atau menghalangi rezeki, mendatangkan bahaya atau manfaat selain Allah semata.”
Ibnu Hajar al-Asqalani menuturkan bahwa yang dimaksud dengan tawakkal adalah meyakini apa yang ditunjukkan oleh firman Allah SWT: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya.”(QS Hud [11]: 6). Ini berarti, tawakkal berkaitan dengan keimanan.
Perintah untuk bertawakkal kepada Allah SWT amat banyak dijumpai dalam Alquran, seperti QS al-Nisa' [4]: 81). Perintah serupa juga terdapat pada QS al-Maidah [5]: 11, al-Anfal [8]: 61, Hud [11]:123, al-Fuqan [25]:58, al-Ahzab [33]: 33 dan lain-lain. Sebaliknya, kaum Mukmin dilarang untuk bertawakkal kepada selain-Nya (lihat QS al-Isra' [17]: 2).
Bertolak dari ayat-ayat ini dapat disimpulkan bahwa tawakkal merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi. Bahkan ditegaskan Ibnu Taimiyyah dalam Majmû' al-Fatâwâ bahwa tawakkal kepada Allah merupakan wâjib min a'zham al-wâjibât (termasuk kewajiban yang paling agung) sebagaimana ikhlas kepada Allah SWT dan cinta kepada Allah dan rasul-Nya. Karena perintah bertawakkal itu dibangun atas dalil-dalil yang qath'i, maka mengingkarinya dapat menyebabkan kekufuran.
Gambaran Rasulullah SAW ini menjelaskan bahwa tawakkal yang benar bukan berarti hanya pasrah seraya meninggalkan usaha. Usaha yang bersifat sababiyyah tetap harus dikerjakan. Jika burung saja dituntut untuk keluar mencari makanan, terlebih manusia yang dikarunia akal dan berkedudukan sebagai mukallaf. Dalam soal rezeki, syara' telah memerintahkan manusia bekerja, mencari rezeki, dan berusaha (lihat QS al-Mulk [57]: 15). Hal ini bukan hanya berlaku dalam soal rezeki, namun untuk semua urusan.
Tidak ada yang meragukan keyakinan Rasulullah SAW akan pertolongan Allah SWT terhadap agama dan rasul-Nya. Akan teta-pi dalam berdakwah, berperang, dan berjuang, beliau amat mem-perhatikan aspek sababiyah. Untuk melumpuhkan musuh pa-da Perang Badar, beliau meme-rintahkan menutup sumur-sumur di sekitar Badar. Agar pasukan ahzab yang berjumlah sepuluh ribu orang tidak bisa masuk ke kota Madinah, beliau memerintahkan kaum Muslimin menggali parit. Beliau juga pernah meminjam baju besi Shofwan untuk berperang. Itu semua menunjukkan bahwa be-liau telah melakukan amal sesuai kaidah sababiyyah.
Namun harus tetap dicam-kan bahwa adanya usaha yang dilakukan sama sekali tidak boleh mengurangi keyakinan bahwa yang mencukupi seluruh kebutu-hannya adalah Allah SWT. Dia pula yang berkuasa terjadinya manfaat atau mudharat bagi manusia. Bukan usaha yang dilakukan manusia.
Keutamaan Tawakkal
Di dalam hadits ini ditegas-kan bahwa siapa saja yang menjalankan tawakkal dengan benar, dia akan dicukupkan rezekinya seperti halnya burung. Selain hadits ini, jaminan Allah SWT kepada orang yang ber-tawakkal juga disebutkan dalam firman-Nya: “Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya” (TQS al-Thalaq [65]: 3).
Anda ingin termasuk di dalamnya? Bertawakkallah de-ngan tawakkal yang benar! Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb.
Menajamkan Mata Hati
Suatu hari Baginda Rasulullah SAW melewati seorang sahabat yang sedang membaca Alquran. Sampailah ia pada ayat yang artinya: Jika langit terbelah dan memerah seperti kulit merah (TQS ar-Rahman [55]: 37). Seketika tubuhnya gemetar dan ia menangis seraya bergumam, “Duh, apa yang bakal terjadi dengan diriku sekiranya langit terbelah (terjadi kiamat)? Sungguh malang nasibku!” Mendengar itu, Nabi SAW bersabda, “Tangisanmu menyebabkan para malaikat pun turut menangis.”
Dikisahkan pula, Abdullah bin Rawahah ra suatu ketika tampak sedang menangis dengan sedihnya. Melihat itu, istrinya pun turut menangis hingga Abdullah bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Istrinya menjawab, “Melihatmu menangis, itulah yang menyebabkan aku menangis.” Abdullah bin Rawahah ra lalu bertutur, “Saat aku membayangkan bahwa aku bakal menyeberangi shirâth, aku tidak tahu apakah aku akan selamat atau tidak. Itulah yang membuatku menangis.” (al-Kandahlawi, Fadhâ'il A'mâl, hlm. 565.)
Kisah-kisah semacam ini yang menggambarkan rasa takut para sahabat, juga generasi salafush-shalih, terhadap azab Allah SWT sangatlah banyak. Wajarlah jika mereka adalah orang-orang yang selalu bersungguh-sungguh dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dan dalam menjauhi kemaksiatan kepada-Nya karena begitu dahsyatnya rasa takut mereka kepada-Nya. Benarlah Fudhail bin Iyadh saat berkata, “Rasa takut kepada Allah SWT selamanya akan membawa kebaikan.”
*****
Bagaimana dengan generasi Muslim saat ini? Sayang, rasa takut kepada Allah SWT sepertinya begitu sulit tumbuh pada kebanyakan kita. Yang terjadi sering sebaliknya. Kita seolah-olah menjadi orang yang paling berani menghadapi azab Allah SWT kelak pada Hari Kiamat. Bagaimana tidak? Perilaku kebanyakan kita menunjukkan demikian. Menerapkan hukum-hukum kufur, mencampakkan hukum-hukum Allah, menerapkan hukum secara tidak adil dan berlaku lalim terhadap rakyat tak lagi dipandang sebagai maksiat. Korupsi, kolusi dan suap-menyuap tak lagi dipandang sebagai dosa. Riba, judi, dan berlaku curang dalam bisnis tak lagi dianggap tindakan salah. Mengobral aurat, bergaul bebas, selingkuh dan zina tak lagi dipandang sebagai perbuatan laknat. Demikian seterusnya. Perilaku demikian nyata sekali menunjukkan bahwa kebanyakan generasi Muslim saat ini adalah orang-orang yang berani menantang azab Allah SWT yang sesungguhnya mahadahsyat! Padahal jika ada setitik saja pada diri kita rasa takut kepada Allah SWT, kita tentu akan selalu berusaha meninggalkan semua perbuatan terkutuk tersebut.
Sepantasnyalah kita malu dengan generasi shalafush-shalih sebagaimana direpresantasikan oleh secuil kisah sahabat di atas. Bagaimana tidak. Sebagian mereka sudah mendapatkan jaminan Allah SWT untuk masuk surga. Namun, toh rasa khawatir dan takut kepada Allah SWT yang luar biasa sering menyelimuti sebagian besar kalbu mereka. Simaklah kembali kekhawatiran dan rasa takut Umar ibn al-Khaththab ra., salah seorang sahabat besar Rasulullah SAW yang telah dijamin masuk surga, saat beliau bertutur, “Pada Hari Kiamat nanti, apabila diumumkan bahwa semua manusia akan masuk surga, kecuali seorang saja yang masuk neraka, maka aku sangat khawatir bahwa yang seorang itu adalah aku karena begitu banyaknya dosa-dosaku.”
Bagaimana dengan kita? Meski jelas kita sangat jauh lebih banyak dosanya daripada Umar bin al-Khaththab ra dan belum pasti mendapatkan 'tiket' masuk surga, rasa khawatir dan takut kepada azab Allah SWT sepertinya sulit tumbuh dalam diri kita. Kebanyakan kita santai-santai saja, bahkan sepertinya sudah kebal dengan rasa takut kepada Allah SWT, dan tidak khawatir dengan azab-Nya yang pasti siapapun mustahil sanggup menanggungnya.
Jika sudah demikian, sepertinya kita perlu kembali merenungkan firman Allah SWT dalam sebuah hadis qudsi, “Aku tidak akan mengumpulkan dua ketakutan pada seorang hamba. Jika ia tidak takut kepada-Ku di dunia maka Aku akan memberinya rasa takut di akhirat. Jika ia takut kepada-ku di dunia maka Aku akan menghilangkan rasa takut pada dirinya di akhirat.”
Karena itu, benarlah Abu Sulaiman Darani saat berkata, “Kecelakaanlah bagi jiwa yang kosong dari rasa takut kepada Allah SWT!”
Lantas mengapa kebanyakan generasi Muslim saat ini begitu hampa dari rasa takut kepada Allah SWT? Tidak lain, sebagaimana dinyatakan Allah SWT sendiri, “Sesungguhnya bukanlah mata-mata lahiriah mereka yang buta, tetapi yang buta ialah mata-mata hati mereka yang ada di dalam dada.” (TQS al-Hajj [22]: 46).
Ya, kebanyakan mata hati kita memang sudah dibutakan oleh gemerlap dunia yang sesungguhnya bersifat sementara dan cenderung menipu. Akibatnya, kita tak sanggup lagi melihat pahala dan dosa, serta tak berdaya lagi menatap nikmat surga dan azab neraka yang sesungguhnya kekal dan abadi serta benar-benar 'nyata'.
Alhasil, marilah kita kembali menajamkan mata hati!
Jangan Mempersulit Sesama Muslim
karya: akhwat tangguh
berawal dari hal yang sangat sederhana, hanya karena mempersulit, berbelit belit, atau mungkin hanya iseng untuk mengerjain seseorang, teman atau kerabat. akan tetapi sadarilah, hal yang diakibatkan oleh ulah kita tersebut insya allah dapat mengakibatkan malapetaka yang amat panjang atau pedih atau bencana yang tak terkira kepada kita.
bagaimana bisa, seseorang yang mengaku melakukan segala sesuatu untuk mencari ridlo allah, menjalani hidup ini dengan ikhlas, bukan muslim yang abal abal (islam ktp), tetapi tingkah laku dan perilakunya tidak menggambarkan wajah islam yang hadir didalam kehidupannya. memang dari segi moral tidak melakukan dosa dosa besar, atau perbuatan yang terlarang dalam islam, tetapi memiliki kebiasaan untuk mempersulit siapa saja yang ditemuinya.
QS. al-Lail (92)
1.Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
2.dan siang apabila terang benderang,
3.dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
4.sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
5.Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
6.dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
7.maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
8.Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
9.serta mendustakan pahala yang terbaik,
10.maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
11.Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
12.Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk,
13.dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.
14.Maka, Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
15.Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
16.Yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
17.Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,
18.Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
19.padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya,
20.tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
21.Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.
Sumber : http://e-quran.sourceforge.net/chapter/092.html
Syarat judul yang baik untuk sebuah karya ilmiah
a.Asli
Jangan menggunakan judul yang sudah pernah ada, bila terpaksa dapat dicarikan sinonimnya.
b.Relevan
Setelah menulis,baca ulang karangan anda, lalu carilah judul yang relevan dengan karangan anda.
c.Provokatif
Judul tidak boleh terlalu sederhana, sehingga(calon) pembaca sudah dapat menduga isi karangan anda, kalau(calon) pembaca sudah dapat menebak isinya tentu karangan anda sudah tidak menarik lagi.
d.Singkat
Judul yang singkat memungkinkan pembaca menangkap secara cepat maknanya,Bila judul itu panjang,(calon) pembaca harus membuang energi terlebih dahulu untuk membacanya.
Bagaimana Memilih Topik yang baik??
Syarat topik yang baik,adalah :
a. Topik harus menarik perhatian penulis.
Topik yang menarik perhatian akan memotivasi pengarang penulis secara terus-menerus mencari data-data untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.Penulis akan didorong agar dapat menyelesaikan tulisan itu sebaik-baiknya.Suatu topik sama sekali tidak disenangi penulis akan menimbulkan kesalahan.Bila terdapat hambatan ,penulis tidak akan berusaha denngan sekuat tenaga untuk mengumpulkan data dan fakta yang akan digunakan untuk memecahka masalah.
b. Diketahui oleh penulis.
Penulis hendaklah mengerti atau mengetahui meskipun baru prinsip-perinsip ilmiahnya.
Contoh:
• Mencari sumber-sumber data .
• Metode atau penerapan yang digunakan.
• Metode analisis yang akan digunakan.
• Buku-buku referensi yang digunakan.
c. Jangan terlalu baru,jangan terlalu teknis dan jangan terlalu kontroversial.
Bagi penulis pemula,topik yang baru kemungkinan belum ada referensinya dalam kepustakaan.Topik yang terlalu teknis kemungkinan dapat menjebak penulis bila tidak benar-benar menguasai bahan penulisannya.Topik yang kontroversial akan menimbulkan kesulitan untuk bertindak secara objektif.
d. Bermanfaat.
Topik yang dipilih hendaknya bermanfaat. Ditinjau dari segi akademis dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat berguna dalam ehidupan sehari-hari maupun dari segi praktis.
e. Jangan terlau luas.
Penulis harus membatasi topik yang akan ditulis.Setipa penulis harus betul-betul yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan berbatas untuk digarap sehingga tulisannya dapat terfokus.
f. Topik yang dipilih harus berada disekitar kita.
g. Topik yang dipilih harus yang menarik.
h. Topik yang dipilih ruang lingkup sempit dan terbatas.
i. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif.
j. Topik yang dipilih harus kita ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya. topik yang di pilih jangan terlalu baru.
k. Topik yang dipilih memiliki sumber acuan.
Cara pembatasan Topik yaitu :
Pembatasann topik sekurang-kurangnya dapat membantu pengarang dalam beberapa hal:
• Memungkinkan pennulis penuh dengan keyakinan dan kepercayaan bahwa topik tersebut benar-benar diketahuinya.
• Memungkinkan penulis mengadakan penelitian lebih intensif mengenai masalahnya.
Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan cara;
a. Tetapkanlah topik dalam kedudukan central.
Contoh; Komunikasi.
b.Ajukan pertanyaan apakah topik tersebut masih dapat dirinci , bila dapat tetapkan lah.
c.Tetpkanlah yang mana subtopik yang akan dipilih
d. Ajukan pertanyaan apakah subtopik yang dipilih masih dapat dirinci lebih lanjut.
Tentang Outline
Pengertian secara umum tentang Outline adalah sistem formal yang digunakan untuk memikirkan dan mengatur kertas.
contoh, Anda dapat menggunakannya untuk melihat apakah ide-ide Anda terhubung ke satu sama lain, urutan ide-ide apa yang terbaik, atau apakah Anda telah cukup bukti untuk mendukung masing-masing poin Anda. Garis besar dapat berguna untuk kertas untuk membantu Anda melihat gambar keseluruhan.
Manfaat outline
outline akan membuat tulisan:
1. Menjadi lebih indah.
Tulisan sebenarnya lebih berhubungan dengan logika (mentransfer kebenaran). Tapi masih ada syarat lain untuk kriteria tulisan yang baik, yaitu ada keindahannya. Sebuah tulisan menjadi indah karena ada irama. Sementara itu, irama akan tercapai melalui perasaan. Muatan perasaan membuat sebuah kata menggapai sebuah irama. Ini ada kaitannya dengan diksi atau pilihan kata. Pilihan kata bisa menjadi pas apabila kita menggunakan outline.
2. Menjadi sempurna dalam hal penyampaian ide.
Pernahkah Anda telah menyelesaikan tulisan, tetapi ada data yang tercecer. Hal ini lazim terjadi pada penulisan yang mengabaikan outline. Kerangka tulisan bisa menciptakan struktur tulisan yang lengkap dan paparan data yang lengkap. Outline juga membuat tulisan menjadi terfokus (tidak ndlewer kemana-mana).
3. Lebih efektif mempengaruhi komunikan/pembaca.
Tulisan yang efektif adalah tulisan yang berdampak pada pembacanya. Hal ini tercapai jika dalam tulisan itu ada kejelasan (clarity) dan karena ada unsur emosi di dalamnya. Semuanya itu bisa tercapai dengan penulisan yang terrencana.
Langkah – Langkah Membuat Outline
1. Identifikasi topik.
Topik kertas Anda adalah penting. Cobalah untuk menyimpulkan titik kertas Anda dalam satu kalimat atau frase. Ini akan membantu kertas Anda tetap fokus pada titik utama.
2. Identifikasi kategori utama.
Apa poin utama yang akan Anda tutup? Biasanya pengenalan memperkenalkan semua poin utama Anda, maka sisa kertas dapat menghabiskan mengembangkan titik-titik tersebut.
3. Buat kategori pertama.
Apa titik pertama ingin Anda bahas? Jika kertas di sekitar pusat istilah rumit, definisi seringkali merupakan tempat yang baik untuk memulai. Untuk makalah tentang teori tertentu, memberikan latar belakang umum di teori dapat menjadi tempat yang baik untuk memulai.
4. Buat subkategori.
Setelah Anda memiliki titik utama, membuat poin di bawah ini yang menyediakan dukungan untuk titik utama. Jumlah kategori yang anda gunakan tergantung pada jumlah informasi yang Anda akan menutup, tidak ada benar atau salah nomor digunakan.
Dengan konvensi, setiap kategori terdiri dari minimal dua entri. Jika kategori pertama adalah Romawi angka saya, garis besar Anda juga harus memiliki label kategori roman numeral II; jika Anda memiliki modal huruf A di bawah kategori I, Anda juga harus memiliki huruf B. Apakah Anda kemudian pergi ke telah huruf kapital C, D, E, dll, terserah Anda, tergantung pada jumlah bahan yang Anda akan menutupi.
Anda diminta untuk hanya memiliki dua nomor atau huruf masing-masing kategori.
Garis besar yang telah selesai bisa terlihat seperti ini:
Televisi dan Kekerasan Anak
I. Pendahuluan
A. Apakah penyebab televisi kekerasan?
1. Singkat menyebutkan bidang penelitian sebelumnya
2. Mengidentifikasi penyebab dilema
B. Present studi di kedua sisi
1. Beberapa penelitian adalah “untuk”
2. Beberapa penelitian adalah “melawan”
C. Setelah menimbang bukti tampak bahwa TV tidak menimbulkan kekerasan
II. Penelitian “Untuk”
A. Pertama belajar “untuk”
1. Metode
2. Hasil
3. Analisis kesimpulan mereka
a. ukuran sampel memadai
b. tapi sampel yang representatif
B. Kedua studi “untuk”
1. Metode
2. Hasil
3. Analisis kesimpulan mereka
a. salah instruksi
b. kelompok kontrol miskin
III. Penelitian “Melawan”
A. Studi “melawan”
1. Metode
2. Hasil
3. Analisis kesimpulan mereka
a. Kontrol sempurna
b. Tidak beralasan generalisasi
B. Kedua studi “melawan”
1. Metode
2. Hasil
3. Analisis kesimpulan mereka
a. Ukuran sampel yang besar
b. Nyata pengaturan
c. Namun masalah-masalah khas dengan validitas eksternal
IV. Kesimpulan
A. Studies “untuk” semua metodologi miskin
B. Studies “melawan” semua metodologi yang baik
C. Penelitian tidak mendukung TV itu menyebabkan kekerasan
D. Lebih banyak penelitian diperlukan
Macam-Macam Outline
Ada dua jenis garis: garis besar topik dan kalimat garis besar.
• Topik garis besar terdiri dari frasa singkat.
Hal ini sangat berguna ketika Anda sedang berurusan dengan sejumlah masalah yang bisa diatur dalam berbagai cara dalam kertas.
• Kalimat garis besar dilakukan dalam kalimat penuh.
Hal ini biasanya digunakan ketika Anda berfokus pada kertas rincian kompleks. Garis kalimat ini sangat berguna untuk jenis kertas karena kalimat sendiri memiliki banyak rincian di dalamnya. Sebuah kalimat garis besar juga memungkinkan Anda untuk memasukkan orang rincian dalam kalimat bukannya harus membuat garis besar banyak frase pendek yang berlangsung di halaman demi halaman.
Kedua menguraikan kalimat topik dan mengikuti format yang kaku, menggunakan angka Romawi dan Arab bersama-sama dengan modal dan huruf kecil alfabet. Hal ini akan membantu Anda dan siapa saja yang membaca garis Anda untuk mengikuti organisasi Anda dengan mudah. Ini adalah jenis garis paling sering digunakan untuk kelas kertas dan pidato. Tidak ada aturan untuk jenis garis besar adalah yang terbaik.
Memilih salah satu yang menurut Anda terbaik untuk kertas Anda.
Keep Your Outline Fleksibel
Meskipun format garis adalah kaku, seharusnya tidak membuat Anda tidak fleksibel tentang cara menulis kertas Anda. Seringkali ketika Anda mulai menulis, terutama tentang subjek yang tidak Anda kenal dengan baik, yang kertas mengambil arah baru. Jika arah perubahan kertas Anda, atau Anda menambahkan bagian baru, kemudian merasa bebas untuk mengubah garis besar – seperti yang Anda akan membuat koreksi pada peta kasar seperti Anda menjadi lebih terbiasa dengan menjelajahi daerah Anda. Reorganisasi tidak lazim; Anda outline akan membantu Anda tetap terorganisir dan terfokus.
Namun, ketika kertas Anda menyimpang dari garis besar Anda, dapat juga berarti bahwa Anda telah kehilangan fokus, dan karenanya struktur kertas Anda. Bagaimana Anda tahu apakah untuk mengubah kertas untuk sesuai dengan garis besar atau mengubah kerangka agar sesuai dengan kertas? Cara yang baik untuk memeriksa diri Anda sendiri adalah dengan menggunakan kertas untuk menciptakan garis. Ini sangat berguna untuk memeriksa organisasi dari kertas.
Jika garis yang dihasilkan mengatakan apa yang Anda inginkan untuk mengatakan dalam urutan yang mudah diikuti, yang organisasi kertas Anda telah berhasil. Jika Anda menemukan bahwa sulit untuk menciptakan garis besar dari apa yang telah Anda tulis, maka Anda perlu untuk merevisi kertas. Garis besar Anda dapat membantu Anda dengan ini, karena masalah di outline akan menunjukkan kepada Anda di mana kertas telah menjadi kacau.
http://depts.washington.edu/psywc/handouts/pdf/outline.pdf
Alasan saya mengambil artikel ini karena saya merasa artikel ini sangat lengkap walaupun agak susah memahaminya dalam hal bahasa. Artikel ini aslinya menggunakan bahasa inggris yang kemudian saya terjemahkan dalam bahasa indonesia.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua.